Oleh: Elita Rahmi 

Stay at Home atau dalam masuk perhitungan Gugus Tugas Covid-19, itulah pilihan dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 terkait PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).Kuncinya pada Pemda dalam memberikan sugesti pada masyarakatnya untuk patuh dan mengikuti aturan PSBB dengan berkoordinasi dengan pemerintah Pusat .

Detik-detik penantian keputusan Lokdown/karantina kewilayahan atau PSBB, sebagian memandang ada kekurangmesraan dalam kabinet (pro kontra-panik, birokrasi panjang) bahkan sebagian lagi menaksir hubungan pemerintah pusat dan daerah yang seakan-akan multitafsir, sehingga menimbulkan pasang surut dinamika pemerintahan di Indonesia. Ada Pemda yang ogah ogahan, ada yang semi PSBB dan ada yang ketat melaksanakan PSBB. Angka-angka penyebaran Covid-19, menunjukkan PSBB masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat

Sesungguhnya ini adalah seni berpemerintahan/uji jali pemerintahan melalui melalui Gugus Tugas, tetapi karena yang sedang dihadapi adalah persoalan penyebaran virus dan terkait dengan hak hidup dan hak sehat yang menurut UUD 1945 dijamin oleh negara ,maka pemerintah meluncurkan PP 21 tahun 2020, sebagian kalangan menyatakan ini terlambat, korban telah sangat banyak korban, gugus tugas baru terbentuk. Data terakhir di Jambi , menunjukkan 1.062 orang Dalam Pemantauan (ODP). Sisi lain menjebut pemerintah sangat hati-hati dalam mengambil keputusan.

Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah masa penyebaran virus Corona-Covid 19, terasa terjadi pasang surut tak menentu, karena adanya tindakan beberapa pemerintah daerah yang melakukan penutupan wilayahnya artinya arus keluar masuk orang tidak diperkenankan, tetapi banyak pula pemerintah daerah yang hanya selektif dalam mengontrol keluar masuk orang dan memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga istilah nitizen kemesraan pemerintah pusat dan daerah tak menentu ada yang patuh, dan yang membangkang, dapat dikatakan semua itu adalah dinamika berpemerintahan dalam suatu negara kesatuan dalam suatu Negara yang penduduknya besar dan luas.

Ngetopnya istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar ) yang sesungguhnya telah diatur secara tersurat pada UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan kesehatan Pasal 1 angka 11.Namun istilah PSBB mencuat sejak penyebaran Virus Corona-Covid 19. Suatu langkah pemerintah yang dinilai sebagian kalangan langkah lambat, dan langkah yang memiliki resiko terkecil bagi pemerintah dan Negara, langkah yang tidak beresiko, tapi adapun hiruk pikuk PSBB itu adalah suatu keputusan yang harus direspon oleh pemerintah daerah sebagai suatu langkah percepatan penanganan penyeberan virus Covid- 19.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 91. Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 6487. Adalah rangkaian peraturan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka penanggulangan .Peraturan Pemerintah (PP) yang memuat sebanyak tujuh (7) Pasal adalah tindak lanjut dari UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penjakit Menular dan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 Tahun 2018 Kekarantinaan Kesehatan.

Materi Muatan PP PSBB adalah terkait dengan konsep dasar, koordinasi kerja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dasar pertimbangan epidemiologis, data perkembangan Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan(PDP) dan, jenis jenis kegiatan yang dibatasi serta pertimbangan moral pemda terhadap kegiatan masyarakat . 

Bedanya dengan karantina wilayah (lockdown) . sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU Nomor 11 Tahun 2018 adalah luas cakupan pembatasan. Artinya karantina wilayah (lockdown) merupakan pembatasan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk wilayah pintu masuk . Seperti Bandara udara, pelabuhan laut atau tempat-tempat arus masuk orang, yang diduga terinfeksi penyakit dan atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit. Dengan demikian lockdown terkait dengan membatasi perpindahan orang, membatasi kerumunan orang dan membatasi gerakan orang, sehingga ada pembatasan penduduk keluar masuk pada suatu daerah dan di sisi lain PSBB hanya pada pembatasan kegiatan gerakan orang

Pada karantina wilayah (lockdown )adanya kewajiban pemerintah untuk mencukupi, memberi bantuan berupa kebutuhan pokok penduduk termasuk hewan peliharaan, karenanya pembebanan APBN sebesar Rp 405.1 Triliun, dengan rincian Rp 75 Triliun bantuan bidang kesehatan. Rp 110 Triliun untuk perlindungan social dan 70,1 Triliun intensif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dan 150 Triliun untuk pemulihan ekonomi nasional

Pada cakupan konsep dasar PSBB konsep dasar tentang apa itu PSBB, yang pada hakekatnya mengandung 2 konsep. Yakni pembatasan dan pencegahan Pada konsep pembatasan kegiatan merupakan konsep refresif dengan pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona covid-19. Di sisi lain juga terkandung makna konsep pencegahan dalam rangka mencegah kemungkinan penyebaran Corona . artinya pembatasan ini adalah langkah preventif yang harus dianjurkan pemerintah. Berupa stay at home (libur sekolah dan bekerja,pembatasan kegiatan keagamaan, dan apembatasan kegiatan di tempat umum).

Prosedur pembatasan Sosial berskala besar tersebut dengan “persetujuan menteri “bidang kesehatan,bidang pemerintah daerah dalam melakukan PSBB harus dengan mempertimbangan yang matang yakni pertimbangan epidemologis berupa besarnya ancaman, besarnya efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi dan sosial budaya, pertahanan dan keamanan.

Persetujuan menteri inilah yang dinilai banyak kalangan menunjukkan kurang mesranya hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, artinya bagaimana resiko andaikan menteri tidak mengizinan daerahnya untuk melakukan PSBB dan bagaimana pula kalau daerah memilih lockdown, hal-hal semacam inilah yang menimbulkan penilaian ketidamesraan hubungan pemerintahan dalam PP dimaksud. 

Izin menteri dalam PP tersebut, sesungguhnya hanya hubungan koordinasi dalam suatu Negara kesatuan,sehingga informasi yang terkait dengan data dan tindakan dalam suatu koridor tindakan pemerintah dalam mewujudkan suatu Negara kesatuan RI. Sekalipun PP mengikat masyarakat dan mengikat pemerintah untuk melaksanakan PSBB, namun keputusan detail tentang PSBB tetap dalam tindakan pemerintah daerah yang diikat melalui asas-asas pemerintahan yang baik, sehingga pemerintah daeraha harus mempertimbangkan aspek lain yang akan berdampak pada kelangsungan hidup masyarakat secara umum.

Indonesia memiliki 514 Kabupaten/Kota dengan 6.700 Kecamatan dan 82.000 Desa, untuk daerah yang padat seperti pulau Jawa perkembangan penyebaran virus Corona-Covid 19 memang sangat tinggi, tetapi untuk daerah yang perkembangan penduduknya relative lamban penyebaran virus Corona-Covid 19, juga harus mendapat perhatian serius pemerintah terutama anjuran stay at home, menjaga kebersihan lingkungan membentuk daya kekebalan tubuh yang lebih, gerakan cuci tangan, dan sebagainya.

Di Jambi Data penyebaran virus Corona- Covid 19 menunjukkan meratanya wabah virus Corona-Covid 19, diantaranya Kabupaten Tebo (83 ODP,1PDP) Bungo (101 ODP,1 PDP)Kerinci (97 ODP,1 PDP),Sungai Penuh (14 ODP),Merangin(33 ODP) dan Sarolangun (5 ODP). Batanghari (180 ODP), Tanjab Timur (9 ODP),Tanjab Barat (17 ODP),Muaro Jambi (88 ODP) dan Kota Jambi (435 ODP,3 PDP). ODP menurun sebanyak 25 orang, sedangkan PDP berkurang 8 orang. Total di Jambi 1.062 orang dalam pemantauan ODP 6 Pasiean Dalam Pengawasan (PDP), 2 positif dan 3 dalam ujian laboratorium. 

Sehingga memang data penyebaran virus menjadi tolok ukur pemerintah untuk memperlakukan kebijakan setempat, izin kepada menteri hanya dalam rangka pengawasan pemerintahan pusat kepada daerah sebagai suatu negara kesatuan.

Adapun kriteria untuk melakukan pembatasan berskala besar adalah: peningkatan jumlah kasus dan penyebaran secara signifikan serta kaitan epidemiologis, artinya data adalah alat ukur yang akan digunakan pemerintah dalam PSBB. Pembatasan Sosial berskala Besar berupa peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, namun demikian tetap mempertimbangkan secara cermat kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja dan ibadah penduduk, dengan memperhatikan juga pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Berdasarkan norma tersebut, maka pada prinsipnya adalah PSBB harus dilaksanakan dengan memperhatikan aspek, kecermatan, aspek kehati-hatian, aspek keselamatan dan aspek efektif efisien dan aspek kemanusiaan. Salam percepat penanggulangan Virus Corona-Covid 19.Semoga Usai Idul Fitri 2020 virus Corona-Covid 19 berakhir. Mari kita patuhi norma pada PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang tentang PSBB.

*Elita Rahmi, Dosen Fak Hukum Univ. Jambi